Pages


Selasa, 02 November 2010

Kapitalisme Ancaman Sesungguhnya

Baik-buruk perubahan mendasar (radikal) itu bergantung pada dasar apa dan bagaimana perubahan mendasar itu dilakukan.

Radikalisme kembali disoal. Wakil Presiden Boediono, saat membuka “Global Peace Leadership Conference 2010” di Jakarta (16/10/2010), mengingatkan kecenderungan radikalisme sangat berbahaya dan ancaman riil yang bisa menceraiberaikan sendi-sendi kehidupan masyarakat. Namun, benarkah radikalisme merupakan ancaman nyata?

Terminilogi radikal berasal dari bahasa latin radix yang artinya akar (roots). Istilah radikal kemudian digunakan untuk menggambarkan perubahan yang mendasar dan menyeluruh. Dalam kamus Oxford disebutkan, istilah radikal, kalau dikaitkan dengan perubahan atau tindakan, berarti: relating to or affecting the fundamental nature of something; far-reaching or thorough (berhubungan atau yang mempengaruhi sifat dasar dari sesuatu yang jauh jangkaunnya dan menyeluruh).



Namun, istilah radikal menjadi kata-kata politik (political words) yang cenderung multitafsir, bias dan sering digunakan sebagai alat penyesatan atau stigma negatif lawan politik; seperti penggunaan istilah Islam radikal yang sering dikaitkan dengan terorisme, penggunaan kekerasan untuk mencapai tujuan, skriptualis dalam menafsirkan agama, menolak pluralitas (keberagamaan) dan julukan-julukan yang dimaksudkan untuk memberikan kesan buruk.

Istilah radikal kemudian menjadi alat propaganda yang digunakan untuk kelompok atau negara yang berseberangan dengan ideologi dan kepentingan Barat. Julukan Islam radikal digunakan secara sistematis bagi pihak-pihak yang menentang sistem ideologi Barat (Kapitalisme, Sekularisme, dan demokrasi), ingin memperjuangkan syariah Islam dan Khilafah Islam, ingin mengeliminasi Negara Yahudi dan melakukan jihad melawan Barat.

Padahal perubahan yang mendasar (radikal) sendiri bukanlah hal yang selalu buruk. Dalam sejarah masyarakat Barat juga terjadi beberapa perubahan mendasar yang justru dianggap memberikan pencerahan dan awal kebangkitan masyarakat Barat. Misal, perubahan dari sistem teokrasi yang represif pada abad kegelapan menjadi demokrasi jelas merupakan perubahan mendasar. Masa itu bahkan dianggap awal kebangkitan Barat (renaisans). Indonesia sendiri dalam fragmen sejarahnya mengalami perubahan mendasar. Kemerdekaan Indonesia sering dianggap merupakan tonggak perubahan mendasar (radikal) dari negara yang dijajah oleh kolonial menjadi negara yang merdeka.

Baik-buruk perubahan yang mendasar (radikal) itu bergantung pada dasar apa dan bagaimana perubahan mendasar itu dilakukan. Dalam hal ini Islam menawarkan perubahan dengan asas yang jelas kebaikannya, yakni Islam, karena berasal dari Allah SWT, Zat Yang Mahasempurna, Maha Pengasih dan Penyayang. Islam hadir di dunia untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin yang memberikan kebaikan bagi seluruh seluruh umat manusia tanpa pandang ras, suku, bangsa, ataupun agamanya.

Negara Islam atau Khilafah Islam yang didasarkan pada akidah Islam dan diatur oleh syariah Islam akan menjamin kebutuhan pokok tiap individu rakyatnya (sandang, pangan dan papan) tanpa membedakan agama, warna kulit dan ras; termasuk menjamin pendidikan dan kesehatan gratis bagi rakyat Muslim maupun non-Muslim.

Negara menjamin keamanan tiap warganya baik Muslim maupun non-Muslim. Sebagai ahlul dzimmah, non-Muslim akan dijaga keamanannya. Non-Muslim tidak dipaksa untuk memeluk agama Islam. Mereka dijamin untuk beribadah menurut agama mereka, termasuk berpakaian, makan dan minum sesuai dengan keyakinan mereka.

Untuk mewujudkan perubahan itu, syariah Islam menjelaskan tatacara dakwah yang sifatnya fikriyah (pemikiran) dan siyasiyah (politik). Secara pemikiran yakni dengan melakukan perubahan pemikiran melalui aktivitas tatsqif (pembinaan) maupun sira’ al-fikr (pergolakan pemikiran). Adapun secara politik perubahan dilakukan lewat kekuatan politik yang lahir dari tuntutan perubahan yang muncul dari kesadaran masyarakat dan dukungan dari ahlul quwwah (elit strategis) yang memiliki kekuasaan riil, bukan dengan cara mengangkat senjata atau penggunaan kekerasan.

Karena itu, tidak ada alasan untuk menyatakan perubahan mendasar yang mengiginkan syariah Islam dan tegaknya Khilafah seperti ini sebagai ancaman sendi-sendi kehidupan bagi masyarakat seperti yang dituduhkan oleh Wapres Boediono. Justru yang menjadi ancaman nyata dan riil—bukan hanya potensi—adalah sistem Kapitalisme, termasuk ekonomi neoliberal yang dianut teguh oleh sang Wapres.

Sistem Kapitalisme secara nyata dan sistematis telah membunuh rakyat karena berhasil memiskinkan rakyat dan membuat mereka menderita. Kebijakan neoliberal yang mencabut subsidi yang sesungguhnya merupakan hak rakyat lewat instrumen privatisasi kesehatan dan pendidikan telah menambah beban rakyat.

Sistem neoliberal yang dianut Wapres juga telah menjadi jalan perampokan bagi kekayaan alam Indonesia. Privatisasi dengan alasan investasi asing dan pasar bebas telah merampas kekayaan tambang minyak, emas, batu bara, hutan dan air yang sesungguhnya adalah milik rakyat. Kekayaan alam yang seharusnya merupakan berkah bagi rakyat banyak dirampok oleh perusahaan swasta nasional maupun asing untuk kepentingan segelintir orang.

Sistem kapitalis dengan sistem politik demokrasinya juga telah sukses memecahbelah Indonesia, dengan lepasnya Timor Timur dengan alasan menentukan nasib sendiri sebagai hak demokrasi. Aceh, Papua dan beberapa wilayah lain akan terancam lepas dengan alasan hak demokrasi menentukan nasib sendiri.

Walhasil, ketika masyarakat melihat sistem yang mereka anut sekarang tidak bisa memenuhi harapan mereka, tentu wajar saja kalau masyarakat mengingingkan perubahan yang mendasar dari sistem itu. Wajar juga kalau masyarakat berpaling pada sistem Islam berupa syariah dan Khilafah.

Justru patut dipertanyakan pihak-pihak yang menolak perubahan mendasar ke arah yang baik berdasarkan syariah Islam, sembari ngotot mempertahankan sistem status quo yang usang dan buruk yang merupakan warisan penjajah. Merekalah yang berpikir jumud dan tidak rasional, atau mereka merupakan agen penjajah yang berupaya keras mempertahankan penjajahan Kapitalisme untuk kepentingan Tuan Besar Imperialisme mereka! [Farid Wadjdi] ( hizbut tahrir.or.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar